Minggu, 22 September 2013

EKONOMI Vs EKOLOGI



Telah di terbitkan Bontang Post, Agustus 2013:
 
Akhir-akhir ini kegiatan pembangunan terjadi dimana mana , dari ibukota sampai ke pelosok negeri. Mulai dari skala home industry, perkebunan , property hinga perbisnisan dibidang real estate. 

 
Pemerintah juga sedang giat meningkatkan kesejahteraan rakyat  dengan membantu masyarakat kecil menengah melalui APBN yang dialokasikan untuk UKM (re: Usaha Kecil Menengah) . Usaha mandiri maupun bisnis pemerintah melalui BUMN (re: Badan Usaha Milik Negara) rupanya telah meningkatkan perekonomian negara hingga 6,3 % di tahun 2012 dan diprediksi oleh pakar ekonomi akan meningkat lagi hingga 6,6% di tahun 2013. Baiknya pertumbuhan serta kuatnya perekonomian domestik Indonesia juga membuat Indonesia tidak terpengaruh dengan krisis global yang terjadi terutama oleh AS dan negara negara di Eropa. 

Baiknya pertumbuhan perekonomian indonesia membutakan kewajiban pemilik usaha bahkan pemerintah untuk menjaga keseimbangan dan kestabilan didalam Ekologi. Pembuangan limbah tanpa melalui Instalasi  Pengolahan Air Limbah (IPAL) melainkan secara langsung ke badan sungai yang dilakukan oleh industri swasta maupun pemerintah secara berlebihan tentunya akan melebihi daya dukung lingkungan sehingga merusak kualitas dan kapasitas sungai sebagai aliran sumber air yang sangat diperlukan oleh manusia. Rusaknya hutan karena alih lahan untuk ladang berpindah atau perkebunan dan pertambangan juga akan merusak ekosistem yang ada didalamnya mulai dari degradasi tanah hingga terancam punah suatu spesies fauna dan flora. Berkurangnya lahan untuk pertanian sebagai akibat dari membludaknya pembangunan kawasan untuk pemukiman sampai kawasan wisata jelas mempersempit wilayah tangkapan air atau daerah resapan air sehingga tanah tidak secara optimal menyerap tumpahan air hujan. Hal ini akan berakibat menjadikan suatu bencana banjir dan sliding (erosi) pada daerah tertentu .

 
Efek buruk terkait ekologi tersebut jelas akan terjadi jika para pelaku ekonomi terus mengabaikan faktor lingkungan. Kebanyakan alasan dari pemilik usaha untuk menghindari membuat pengolahan limbah atau penanganan terhadap faktor ekologis dari usaha mereka adalah biaya yang cukup mahal sehingga mengurangi keuntungan yang didapat. Selain itu tidak taatnya sebuah intansi terhadap hukum lingkungan yang berlaku ditambah lemahnya Law Enforcement yang ada di Indonesia semakin membuat kompleks masalah yang ada . Indisipliner tersebut mungkin tidak akan terasa dampaknya dalam waktu dekat akan tetapi dalam jangka waktu yang cukup panjang.

 Proses di lapangan, mengembalikan lingkungan rusak tidaklah mudah karena proses yang ada didalam lingkungan adalah system suatu siklus sehingga apabila suatu daerah tercemar  akan mempengaruhi tahap selanjutnya didalam siklus tersebut.  Salah satu kasus ketika pabrik membuang limbah ke sungai, maka limbah tersebut meracuni ikan yang ada di sungai, meracuni air dan membunuh fitoplankton serta zooplankton yang ada didalamnya. Ikan teracuni ditangkap kemudian dikonsumsi manusia, zat kimia yang terdapat di dalam ikan ikut tercerna sehingga merusak system metabolisme dalam tubuh. Air yang teracuni oleh limbah terbawa kelaut, ikut meracuni ekosistem yang ada di laut terutama biota-biota laut, apabila limbah tadi merusak karang yang ada maka karang tersebut akan mati, secara otomatis karang sebagai tempat tinggal ikan , tempat bertelur dan tempat pembesaran ikan akan hilang sehingga menimbulkan efek domino terhadap kerusakan dalam siklus. Fitoplankton yang mati akibat limbah juga akan merugikan dunia ini karena fitoplankton sebagai penyerap karbon dan gas rumah kaca dalam proses fotosintesisnya. 

Segala kerugian di sisi ekologis akan  dapat diminimalisir apabila para pelaku usaha melaksanakan ketentuan yang dijelaskan dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang PPLH. Usaha pelestarian lingkungan yang harus dilakukan setiap unit usaha dalam tersebut sudah disesuaikan dengan skala usahanya seperti surat kesanggupan pelestarian lingkungan, pelaksanaan UKL-UPL (Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup) dan wajib amdal ( Analisis mengenai dampak lingkungan). Masyarakat yang tidak terlibat bukan berarti tidak wajib melestarikan lingkungan tetapi juga harus bersama mendukung terjaganya kehidupan yang seimbang.

Saat ini negara kita memiliki penduduk yang sangat banyak dan perlu sejahtera untuk menunjang kehidupannya. Secara data pertumbuhan ekonomi Indonesia terus membaik. Pertumbuhan ekonomi secara langsung ditunjang oleh faktor ekologi dari segi Sumber Daya Alam yang ada. Menjaga eksistensi perokonomian Indonesia berarti kita wajib menjaga keberlanjutan sumber daya alam Indonesia. Indonesia juga sebagai negara megabiodiversitas bersama Brazil dan Zaire bukan tidak mungkin akan kehilangan kekayaan alamnya secara signifikan bila kita tidak memanfaatkannya secara bijaksana, oleh karenanya masyarakat dituntut tidak hanya berpikir economic sentris tetapi juga memperhatikan dampak ekologis yang akan terjadi. Apabila keseimbangan antara ekonomi dan ekologi terjadi maka eksistensi baik dalam perekonomian dan lingkungan hidup  akan terjaga sampai kehidupan generasi selanjutnya. 
 

Faktor lingkungan adalah proses yang selalu berkelanjutan terhadap aliran energy dan daur materi. Tantangan kita yang paling utama dalam mewujudkan keseimbangan ekonomi terhadap ekologi adalah kemiskinan, iya, kemiskinan harta, hati, moral dan pikiran yang mewabah mulai dari rakyat jelata sampai pemimpin dunia. Sekarang dunia perlu kesadaran dan tindakan kita, mari merawat lingkungan untuk masa depan dimulai dari diri kita sendiri. Think, eat and save.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar